Tulisan dariku ini, mencoba mengabadikan
Mungkin akan kau lupakan, atau untuk dikenang

Senin, 03 November 2014

Harapan Kadang Menyakitkan

Pada suatu malam di 2002
Saya sendirian di rumah, hal yang jarang waktu itu. Malam menjelang, rasa was-was mulai datang. Saya penakut dan bermalam sendiri di rumah tua bukan hal yang saya nikmati. Maka setelah makan malam saya menggotong TV masuk kamar dan mengurung diri, untuk menghindari melihat yang tidak-tidak.

Subuhnya saya bangun, memang sengaja untuk nonton United main di Liga Champions. Ya, pertandingan dimulai dan semua kondisi menyeramkan malam itu terlupakan. Saya terbuai alunan umpan demi umpan Paul Scholes yang menguasai lapangan tengah dengan perlindungan Roy Keane. Ryan Giggs menari indah membuka celah sisi pertahanan lawan, sementara Gary Neville selalu sigap menebas kaki yang berani masuk ke daerahnya. Perpaduan gerakan 11 pemain berseragam merah itu selalu membuat saya berasyik-masyuk dan menjadi candu yang selalu saya nikmati. Seperti malam itu.


United di Puncak Gede
Kemarin malam
United kalah dari City untuk keempatkalinya secara beruntun. Saya bingung. Mau menyalahkan wasit tapi sebenarnya United agak diuntungkan olehnya. Mau menyalahkan pemain pun tidak pas karena mereka bermain luar biasa. United kehilangan gaya khasnya selama setahun belakangan dan kemarin malam gaya itu mulai kelihatan. Pada akhirnya saya sadar, setahun frustrasi menonton United yang jauh dari kata bagus membuat saya sangat mengharapkan kebangkitan dalam waktu dekat. 

Setahun belakangan bisa dibilang masa terkelam dalam sejarah United modern. Hasil-hasil mengecewakan dan tersisih dalam perebutan berbagai piala secara mengenaskan tidak pantas untuk tim sebesar United. Hanya saja atas nama kesetiaan saya sebagai fans bersabar dengan prinsip roda memang berputar, yang diatas akan kebawah pada suatu waktu dan sebaliknya. Pertandingan demi pertandingan tidak lagi saya nikmati sebagaimana malam di tahun 2002 itu. Saya tidak menikmatinya seperti dulu, satu kesalahan kecil menutup mata saya untuk memuji aksi-aksi bagus mereka setelahnya. Bahkan pada dua pertandingan, saya dengan mudahnya mengiyakan ajakan kawan untuk bepergian ke tempat yang tidak menyediakan siarannya. Hal yang selalu saya hindari.

Hingga tibalah sebuah awal baru. Harapan baru akan berputarnya kembali roda itu. Saya menahan-nahan ledakan asa bahwa kembali keatas tidak akan instan. Butuh waktu, sedikit demi sedikit, untuk menanjaki kembali puncak roda. Dan arah kesitu semakin terlihat.

Entah karena terlalu lama menahan diri (setahun gagal adalah kurun waktu yang lama dalam dimensi United), perlahan saya mulai melepas kata sabar. Apalagi melihat beberapa tim yang tertahan dan membuka peluang untuk dilampaui. Menjadikan City, yang merupakan salah satu rival terbesar, sebagai batu loncatan untuk menjangkau lebih jauh tentu merupakan cerita yang sangat indah. Akumulasi harapan yang terlalu tinggi itulah yang memukul paling menyakitkan ketika yang terjadi sebaliknya.

Akankah harapan indah itu saya simpan lagi dan menutupinya kembali dengan kata sabar? Seperti masukan seorang kawan ketika saya ceritakan keinginan untuk tetap mengharapkannya?

2 komentar:

Dek Firman mengatakan...

Sakitnya tuh disini

beddu mengatakan...

iya kak

Posting Komentar

My 99designs Folio

Check out 99designs for Logo Design