Tulisan dariku ini, mencoba mengabadikan
Mungkin akan kau lupakan, atau untuk dikenang

Jumat, 03 April 2009

bhinneka tunggal ika & sepakbola Indonesia

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat pada pita Garuda Pancasila merupakan satu hal yang dapat dibanggakan. Dengan predikat sebagai negara kepulauan terbesar, memiliki beragam adat dan budaya dari berbagai macam suku yang ada dari Sabang sampai Merauke. Menilik semboyan tersebut kita akan memahami bagaimana keanekaragaman yang terdapat di Indonesia bisa disatukan menjadi satu bangsa.

Hal ini terbukti pada saat Piala Asia 2007 diadakan di 4 negara Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. Sebagai tuan rumah, Indonesia berhak untuk tampil langsung di babak final melawan tiga negara pesaing, dua dari Arab dan satu dari Asia Timur. Setiap pertandingan yang dilakoni oleh timnas(julukan tim nasional sepakbola Indonesia), stadion GBK Senayan akan dipenuhi oleh penonton yang mayoritas penduduk Jawa. Sementara dari luar Pulau Jawa tak beranjak dari depan televisi. Semua merasa satu, semua mengharapkan satu, kemenangan bagi Indonesia.

Pertandingan pertama, ketika Indonesia berhasil menang kegembiraan meluap-luap dari seluruh penjuru bangsa, tanpa melihat siapa orangnya, setiap penonton merangkul orang di sampingnya dan berteriak-teriak kegirangan. Semua status, golongan, dan perbedaan dilupakan, semua hanya satu, Indonesia.

Pun ketika pertandingan kedua dan ketiga Indonesia akhirnya kalah, tak pelak banyak yang menitikkan air mata. Sedih dan rasa tak percaya tapi disertai rasa bangga karena kekalahan tersebut secara terhormat. Semua merasa bangga dengan perjuangan pemain-pemain timnas. Kembali semua perbedaan dilupakan, semua hanya satu, Indonesia.

Pesta pun berlalu. Satu kesenangan untuk semua, satu kesedihan untuk semua. Kepada seluruh warga Asia, kita menunjukkan dukungan dan rasa persatuan yang hebat, terbukti dengan dinobatkannya Indonesia sebagai tuan rumah terbaik.

Beberapa bulan kemudian, Liga Indonesia bergulir. Kompetisi antar klub se-tanah air, dari Pulau Sumatera sampai Papua. Sebanyak kurang lebih 30 klub telah menyiapkan diri mengikuti kompetisi ini dengan target menjadi juara. Pemain-pemain terbaik daerah dikumpulkan dan dipadukan dengan pemain dari luar negeri. Tak ketinggalan pula setiap klub memiliki suporter fanatik untuk memberikan dukungan.

Apabila kita melihat dari kacamata Indonesia sebagai satu bangsa, maka tentu kita berharap kompetisi Liga Indonesia ini akan menjadi kompetisi yang menarik, seru, dan melahirkan pemain-pemain berbakat untuk kemudian membela timnas di dunia internasional. Tentu kita berharap di setiap pertandingan, layaknya pertandingan pada Piala Asia, setiap suporter akan memenuhi stadion dan memberikan gelora semangat kepada klub masing-masing dengan sewajarnya. Menang, mereka bisa bergembira. Dan kalah, mereka bisa menerima kekalahan.

Tetapi yang kita lihat kemudian, ketika kompetisi telah bergulir, semangat Bhinneka Tunggal Ika itu hilang. Semua asyik mendukung klub masing-masing. Mulai dari pengurus klub, pelatih, pemain, dan suporter, semua terdoktrin untuk menjadi juara dengan menghalalkan segala cara. Walhasil, perkelahian antar pemain, perkelahian antar suporter, pemukulan terhadap wasit, kasus suap, dan perusakan terhadap stadion dan fasilitas umum terjadi. Bahkan ada kelompok suporter yang terus memprovokasi kota tetangganya walaupun tim mereka tidak bertemu.

Hal ini semakin diperburuk dengan menurunnya kualitas permainan timnas, satu hal yang dulu dibanggakan. Maka ketika pertandingan timnas diadakan di kota-kota selain Jakarta, supporter yang hadir pun mengenakan atribut klub setempat, bukan atribut timnas.

Pupuslah sudah harapan masyarakat Indonesia untuk menyaksikan kompetisi yang seru, penuh semangat, tapi tetap bersih dan damai. Entah kemana sifat suporter pada saat Piala Asia yang bisa menerima kekalahan, tetap tertib, dan selalu bersatu tanpa melihat perbedaan.

Berbagai upaya telah dilakukan, salah satunya adalah Kongres Suporter Seluruh Indonesia. Perwakilan setiap kelompok suporter dikumpulkan untuk membahas persoalan ini. Namun, itu pun hanya sementara. Seiring waktu, pergolakan kembali terjadi, seakan kongres tersebut tidak pernah ada.

Semangat Bhinneka tunggal Ika sepertinya hanya akan muncul ketika bangsa ini menghadapi musuh yang sama. Ketika musuh tersebut tidak ada, semua kembali ke pola piker provinsialisme, atau bahkan sukuisme. Hal ini mengingatkan kita pada zaman penjajahan bagaimana perjuang dari seluruh negeri berhasil mengantarkan kemerdekaan bagi bangsa. Tapi setelah penjajah pergi, sikap menang sendiri muncul mengingkari semangat persatuan dan kesatuan.

Untuk itu, hendaknya mulai sekarang sifat kedaerahan yang fanatis dikurangi atau dibina agar tidak menjurus ke hal-hal negatif. Sesuai semangat sepakbola internasional sendiri, bahwa sepakbola untuk persatuan semua bangsa, maka marilah kita jadikan sepakbola sebagai ajang pemersatu. Juga aturan dan sanksi harus tegas untuk memberi efek jera kepada setiap pihak yang melakukan hal-hal merugikan sepakbola nasional itu sendiri. Karena dalam diri setiap orang tetap ada harapan untuk melihat bangsa kita menjadi yang terbaik.

Majulah sepakbola Indonesia!

0 komentar:

Posting Komentar

My 99designs Folio

Check out 99designs for Logo Design