Tulisan dariku ini, mencoba mengabadikan
Mungkin akan kau lupakan, atau untuk dikenang

Selasa, 22 April 2014

Kenapa jadi begini...

Di suatu sore yang biasa-biasa saja, ditengah udara yang resah meratapi tanggal yang semakin menua, saya mengerjakan pekerjaan rutin tak penting dengan seorang teman semeja. Tiba-tiba dia melontarkan pertanyaan (untung bukan melontarkan mortar).
"Bro, Moyes dipecat?"
"Enggaklah bro, isu itu," jawab saya enteng.
"Tapi di twitter rame bro."
"Yaelah bro, raja dangdut juga bisa jadi presiden kalo di twitter mah..."
Persis begitu juga percakapan kami seperti beberapa hari sebelumnya, hanya saja kali ini sambil membuka web resmi klub dia menyambung.
"Nih bro, resmi dari klub."
"Hah?!!" saya langsung kena dimentia dini.



David William Moyes, dipecat pas 3 hari sebelum ulangtahunnya yang ke 50, 2 hari setelah menjalani partai ke 50 (dan kalah) melawan bekas klubnya, Everton, yang ditangani selama 11 tahun. Sebagai fans yang besar di masa-masa keemasan United, dua dekade lebih terbuai oleh cerita kesuksesan dan nama besar klub. Hanya ada 2 musim United tidak mendapat trofi apa-apa, yaitu awal 2000an (lupa karena masih muda waktu itu, apa lupa karena sekarang sudah tua) dan tahun ini. Bedanya di awal 2000an itu klub tetap berada di jajaran elit, dan sekarang di jajaran menengah.
Secara logika saya bisa menerima dan sedikit-sedikit bisa menganalisa apa yang terjadi di musim suram ini. Setahun yang lalu, manajer yang meraih 35 trofi dalam 26 tahun di klub memutuskan pensiun. Kemudian beliau menunjuk David Moyes sebagai penggantinya diantara nominasi lain yang bernama lebih besar. Alasannya adalah kepercayaan pada kualitas dan kontinuitas.

Hanya dalam beberapa bulan, pesan penting sang manajer lama di pertandingan terakhirnya di kandang mulai diabaikan. Pesannya jelas dan mudah dimengerti, bahkan oleh saya yang cuma menonton streaming di jaringan internet kantor yang jatah bandwidthnya sudah dipotong sedemikian rupa oleh admin. 'Your job now is to stand by your new manager.' Pesan itu diucapkan di tengah lapangan setelah pertandingan, di depan pemain dan seluruh penonton baik di stadion maupun yang dirumah (kayak kata-kata presenter kuis).
Kalah lawan rival-rival utama, kalah dari klub kecil di kandang, di Old Trafford yang diangkerkan untuk semua tim yang datang kesitu, serta beberapa rekor buruk yang dipecahkan membuat pesan manajer lama menguap. Semua menuding David Moyes. Di salah satu artikel media saya sempat baca tulisan ulasan pertandingan dengan kalimat yang teringat terus sampai sekarang, 'last night Moyes looked like the loneliest man in the stadion'. Waktu itu saya juga sempat freeze. Sampai sebegitunyakah?


jersey klub kesayangan di pencapaian tertinggi sejauh ini
Menurut saya ada dua masalah yang memicu hasil buruk itu. Pertama kalau memang David Moyes mau disalahkan, kesalahannya adalah merombak tim pelatih tetapi tidak merombak pemain. Di artikel lain saya sempat baca bahwa salah satu pesan manajer lama kepada David Moyes adalah jangan merombak pelatih (apa dari sini sumber pesan manajer lama tidak didengar?). Tapi David Moyes datang dan membawa tim pelatih sendiri. Sebenarnya itu memang urusan personalnya, mungkin beliau merasa bekerja lebih nyaman dengan tim sendiri. Hanya saja masalahnya tim pemain tidak dirombak sehingga ada dua kutub yang terbentuk. Andai saja yang dilakukan adalah merombak tim pelatih sekaligus juga merombak pemain sesuai bentuk yang diinginkan, atau tidak merombak pemain tapi tim pelatih lama juga dipertahankan, mungkin masih menjadi satuan yang kuat.
Kesimpulan saya adalah, sebenarnya beliau ingin juga merombak pemain, mengumpulkan orang-orang yang sesuai dengan gayanya, hanya saja terkendala dana dan kerjasama CEO untuk melobi pemain-pemain baru tersebut. Kecemasan beberapa fans belakangan ini adalah CEO baru yang ditunjuk pemilik klub hanya berorientasi bisnis, bukan sepakbola (ini panjang lagi ceritanya).

Masalah kedua, yang sebenarnya bersumber dari masalah pertama, adalah pemain tidak percaya pada manajer barunya. Dalam beberapa artikel saya temui bahwa ada isu pemain tidak suka gaya melatihnya atau pemain mulai memikirkan untuk pindah klub. Walaupun ditepis oleh pihak-pihak orang pertama sendiri, cuma bagi saya itu semua kelihatan di lapangan. Hanya ada satu-dua pemain yang benar-benar bermain di setiap pertandingan. Yang lainnya hanya pelengkap agar satu tim pas 11 orang.
Cedera juga menjadi penyebab banyak hasil buruk. Ketika pemain-pemain utama mulai menunjukkan kehebatannya tak lama kemudian mereka cedera sehingga tidak bisa bermain di pertandingan berikutnya. Sempat terlintas dalam pikiran saya, ini benar cedera atau hanya akal-akalan supaya tidak dimainkan?

Di forum fans, saya tidak pernah menuliskan kritik untuk David Moyes setiap kali tim kalah. Sorotan saya adalah pemain, bila mereka bermain tanpa semangat untuk menang, bahkan taktik manajer terbaik pun tidak akan berhasil. Buktinya adalah sempat ada pencapaian 10 pertandingan beruntun tidak terkalahkan, dan disusul 6 pertandingan menang terus. Ini menurut saya karena satu-dua pemain yang saya sebut tadi, mereka mengikuti taktik manajer dan bermain untuk menang. Bayangkan bermain dalam tim yang anggota tim lainnya tidak bersemangat, itulah yang terjadi berikutnya. Satu-dua pemain tidak akan sanggup bertahan lama. Terjadilah kekalahan beruntun dan peluang berguguran di beberapa kompetisi.
Bukti lain adalah di akhir Maret. Ketika harapan satu-satunya untuk meraih trofi adalah di Champions League, kompetisi tertingi di benua. Ketika tim berhasil membalikkan kekalahan menjadi kemenangan di babak 16 besar. Dari situ, United yang sebenarnya mulai terlihat, 11 pemain yang bermain di lapangan terlihat bersemangat, berkelas dan tidak memberi celah sedikit pun pada lawan. Hal itu berimbas ke beberapa pertandingan berikutnya. Walaupun sempat kalah dari rival, tapi kalahnya lebih terhormat dengan adanya perlawanan. Semua membaik, umpan-umpan lebih akurat, tidak ada kesalahan-kesalahan mendasar, rasa percaya diri lebih tinggi. Sampai kemudian harapan trofi di Champions League juga musnah. Itu sekitar seminggu yang lalu, saya mulai khawatir, apakah ini berarti semangat pemain hilang lagi?

Ternyata benar. Terjadilah pertandingan 2 hari kemarin, pertandingan yang seharusnya monumental untuk David Moyes karena pertama kalinya kembali ke stadion yang dulu dikuasainya. Ironis baginya karena kalah tanpa perlawanan. Tanpa perlawanan menurut saya karena pemain seperti tidak ada motivasi. Menguasai bola selama pertandingan tapi mendekat ke gawang lawan tidak bisa. Di mata saya, separah-parahnya musim ini, itu adalah pertandingan paling parah. Dan hati kecil saya mengatakan ini sudah bukan salah pemain tapi juga manajernya. Tak pernah saya sangka ternyata itu pertandingan terakhirnya. Padahal saya sudah tak sabar menunggu pertandingan berikut untuk melihat reaksinya.

Berita tadi sore lebih mengejutkan dan lebih mengkhawatirkan daripada berita pensiun sang manajer lama setahun yang lalu. Saya sudah berharap untuk melihat musim baru dimana persaingan sebenarnya dimulai karena saya pikir David Moyes tentu sudah menemukan strategi terbaiknya setelah adaptasi satu tahun ini. Ternyata, kembali ke bagian mengenai CEO baru dan pemilik klub, yang berorientasi bisnis dan tidak sabar menunggu fondasi kesuksesan baru dibangun dari awal. Mereka ikut arus yang katanya sepakbola modern dan menginginkan keberhasilan secara instan. Isunya mereka sudah lama ingin memecat manajer, hanya saja menunggu kegagalan di Liga Champions agar kompensasi pesangonnya lebih sedikit (dasar otak bisnis).

Bagi saya yang dibesarkan dimasa keemasan klub, ini sangat menyedihkan. Sejak mengikuti cerita Manchester United seakan saya mengikuti sebuah drama heroik yang berkelangsungan. Saya dilahirkan setahun setelah manajer lama mulai memimpin klub, menyaksikan perjalanan panjangnya sampai memutuskan untuk pensiun, melihatnya menitahkan kepemimpinan ke manajer baru, dan dipotong secara mengerikan seperti ini. Seakan saya sedang membaca sebuah novel favorit tapi kemudian direnggut secara kasar.
Hanya ada satu cara bagi saya agar cerita berlanjut, masuknya Ole Gunnar Solksjaer menjadi manajer. Karena bagi saya, dia yang mengerti tradisi klub.

mengutip perkataan Gary Neville, legenda klub yang sekarang jadi hardcore fans, "saat saya masih bermain, jika kalah di suatu pertandingan, saya tidak pernah mendatangi manajer dan berteriak, kamu membuat kita kalah!"

0 komentar:

Posting Komentar

My 99designs Folio

Check out 99designs for Logo Design