Tulisan dariku ini, mencoba mengabadikan
Mungkin akan kau lupakan, atau untuk dikenang

Selasa, 07 April 2015

Kangen

belajar membaca
Beberapa waktu yang lalu di media sosial saya menulis status: Kangen indomie siram di kantin SD yang mangkoknya masih bau sabun colek ekonomi. Komentar yang muncul pertama adalah: Kangen yang aneh. Agak aneh memang saya bisa mengingat secara spesifik aroma jajanan di kantin waktu SD itu. Entah siapa yang menumpahkan sabun colek di kamar mandi, ketika saya masuk kesana hidung saya langsung memutar kenangan. Bayangkan mangkok plastik yang baru dicuci menggunakan sabun colek, tersiram air panas dan bercampur dengan bumbu mie instan. Mungkin seperti pengaruh aroma tanah yang terkena air hujan, petrichor.

Tapi saya merasa ada rasa kangen lain yang mendesak, yang menyerang imajinasi saya. Imajinasi saya merindukan dunia komplit yang bisa membuatnya tenggelam dan hidup disana. Sejak SD saya juga senang membaca buku fiksi dan berbagai dunia imaji telah saya selami. Imajinasi saya merindukan dunia seperti Harry Potter, pengarangnya berhasil menciptakan dunia imaji yang benar-benar sempurna, seakan kita hidup didalamnya.

Perasaan ini muncul saat saya membaca Serial Anak-anak Mamak. Fiksi yang bagus, settingan menarik, hanya saja penyampaian cerita yang agak kurang. Ceritanya tentang 4 anak bersaudara yang hidup di pinggiran hutan Sumatera. Mereka bertumbuh dan menghadapi berbagai masalah di kampung tersebut kemudian menemukan jalan keluarnya dengan cerdas. Ketika membaca saya mengerti jalan pikiran tentang apa yang ingin disampaikan pengarang, hanya imajinasi saya senantiasa menjerit tidak bisa merangkai dunia dalam ceritanya. Ada celah-celah dan ketidaksinambungan. Pengarangnya bisa membangun plot sebanyak 2-3 halaman tapi kemudian meruntuhkannya begitu saja hanya dengan satu kalimat. Imajinasi saya merasa dikecewakan.

Buku lain dari pengarang yang sama berjudul Bumi. Ceritanya tentang dimensi yang bersilangan. Tiga orang remaja dari dunia yang biasa menyeberang ke dimensi lain dan terlibat peperangan antar dimensi. Negasi dari imajinasi saya lebih besar saat membaca ini. Fiksi ilmiah belum terlalu cocok dengan si pengarang. Beda dengan fiksi konspirasi yang dikarang sebelumnya, Negeri Para Bedebah & Negeri Di Ujung Tanduk. Terlepas dari segala teknik menulis, dua buku tersebut lebih memukau imajinasi saya.
Buku pertama pengarang ini yang saya baca adalah Hafalan Shalat Delisa. Sudah bertahun yang lalu tapis saya mengingat di awal membaca sempat merasa bosan karena terlambat panas. Pengenalan dan pengantar cerita terlalu panjang. Di Serial Anak-anak Mamak ada menceritakan si tokoh cerita belajar membuat tulisan, disitu saya mengerti mungkin membuat buku untuk diri sendiri.

Waktu kecil saya akrab dengan fiksi karena berlimpahnya buku disekitar saya. Bapak adalah Kepala Sekolah di tempat terpencil dengan bangunan seadanya. Setiap beberapa bulan ada sejumlah buku yang dikirim dari pusat untuk mengisi perpustakaan sekolah. Sambil menyiapkan tempat di sekolah, buku-buku tersebut kadang disimpan di rumah kami untuk sementara. Jadilah saya yang jarang main diluar makin setia didalam rumah dan menghabiskan buku-buku itu.

Ada buku berjudul Meletusnya Gunung Gamalama, serial dua buku, yang saya cari-cari lagi sampai sekarang ini. Buku ini bercerita tentang seorang remaja cewek Jakarta yang ikut rombongan penelitian bapaknya ke Ternate yang ternyata tepat dengan terjadinya letusan Gunung Gamalama disana. Si cewek yang kemudian terpisah dari rombongan berpetualang dan berkenalan dengan seorang anak lokal menghadapi gerombolan penjahat yang memanfaatkan kacaunya suasana karena letusan gunung. Mereka keliling pulau Ternate, ke danau, gunung, pantai, menyeberang ke Tidore, dan di tengah cerita seorang guru SD yang jago sepakbola ikut membantu melawan penjahat. Diceritakan dengan sangat baik, saya seakan ikut bertualang ditengah letusan Gunung Gamalama. Saya sangat ingin membaca kembali buku ini dengan cara pandang saya sekarang, apakah masih sama hebatnya dengan yang saya rasakan waktu itu. Sayangnya sampai sekarang belum ketemu lagi.
setumpuk tiket

Banyak imajinasi bagus dari buku-buku waktu itu. Ada tentang sekelompok anak berlibur ke sebuah desa dan menghadapi penjahat yang merusak desa tersebut dengan mengedarkan minuman keras. Ada tentang 3 orang remaja berpetualang menghentikan kelompok pencuri yang memanfaatkan ketakutan warga akan takhayul dan tempat seram yang ternyata mereka jadikan tempat persembunyian. Ada juga anak kampung pinggir sungai suatu hari terhanyut ke laut dan berkenalan dengan pelaut yang menyelamatkannya. Ada lagi anak dari keluarga yang terhimpit di ramainya ibukota dan gigih mengubah pandangan keluarganya untuk pindah ke desa dan hidup di tempat lebih lapang. 

Dari gunung ke laut, dari kota ke desa, cerita-cerita ini yang membentuk pola pikir saya menyukai petualangan ke tempat-tempat baru. Salah satu yang senang saya baca berulang-ulang adalah Misteri Hilangnya Patung Sigale-gale. Disini saya juga merasa ikut bertualang ke tengah hutan Sumatera, mengikuti dua anak bersaudara yang suatu hari memakan buah misterius dan membuat mereka mengerti bahasa hewan. Mereka kemudian terseret ke permasalahan dunia hewan di dalam hutan yang ternyata juga penuh intrik. Ada hewan jahat dan hewan baik. Mereka bertualang menyatukan hewan-hewan baik untuk menghentikan rencana hewan jahat. Seingat saya ada dua seri cerita ini, buku satunya tentang petualangan mereka di hutan Kalimantan tentang hewan bekantan.

Dari Jendela SMP adalah buku seorang pengarang terkenal. Tentang dunia remaja yang mulai mengenal lawan jenis. Dari sekian buku tentang cinta, ini yang paling lama tinggal di ingatan saya. Bukan murni bercerita tentang cinta, tapi dua remaja yang belajar banyak karena kesalahan mereka di usia yang sangat muda.
Pengarang ini menulis banyak buku, tapi dengan tema yang lebih berat sehingga saya tak ingat pernah membaca bukunya yang lain.

Suatu waktu kiriman buku dari pusat terhenti, mungkin ada kebijakan baru. Tapi saya juga sudah pindah ke kota melanjutkan sekolah, sehingga mengenal toko buku. Serial Harry Potter, serial Laskar Pelangi, serial Negeri 5 Menara, Animorphs, 5 Sekawan, dan buku-buku dari pengarang Da Vinci Code selalu saya utamakan untuk beli. Sekian banyak uang jajan saya sisihkan demi buku-buku itu. Tidak merasa rugi karena saya seperti membeli tiket untuk ikut ke dunia sihir, dunia Ikal dan Alif, dunia alien dan misteri-misteri, serta konspirasi. Mereka adalah dunia sempurna yang membuat standar imajinasi saya lebih tinggi dari sebelumnya.
Dengan majunya teknologi, saya senang mengoleksi buku secara digital, ebook. Serial yang saya senangi adalah Remnants, tentang sekelompok orang yang mencari planet baru setelah bumi hancur dihantam meteor. Tapi saya berhenti membaca pada seri keempat karena ternyata membaca di layar monitor lebih melelahkan daripada buku biasa. Alasan yang sama juga membuat saya belum menyelesaikan Animorphs, yang entah kenapa bukunya tidak diterbitkan lagi setelah seri ke-15 sehingga saya beralih ke versi digital.

Sesekali saya tetap ke toko buku mencari fiksi untuk memanjakan imajinasi, tapi lebih sering pulang dengan tangan kosong. Kangen yang satu ini mungkin masih lama bertemu dengan obatnya.

0 komentar:

Posting Komentar

My 99designs Folio

Check out 99designs for Logo Design