Tulisan dariku ini, mencoba mengabadikan
Mungkin akan kau lupakan, atau untuk dikenang

Rabu, 19 Desember 2012

Alarm Panik Bepergian

Bandara Sultan Syarif Qasim II Pekanbaru, saat itu sedang renovasi

Seorang teman bertanya pada saya belum lama ini, kamu suka baca buku petualangan tapi tidak suka jalan keluar ya? Saya sempat tertegun sejenak, mengambil gitar dan menyanyikan lagu sendu dibawah hujan (halah, main gitar aja ga bisa hahaha). Saya pikir pertanyaan itu ada benarnya tapi ada salahnya juga. Harusnya jawaban ya yang benar atau salah? hehe.. Tapi memang begitulah, saya suka baca petualangan dan sebenarnya saya juga suka jalan keluar mencari petualangan.

Teman saya ini sedang menggemari hobby baru yang sedang membumi akhir-akhir ini, traveling. Setau saya dia sudah ke Lombok dan Danau Toba. Gengsi saya naik dong ditanya seperti tadi, otak pentium pas-pasan pun berputar mengingat-ingat momen mana yang bisa saya sombongkan. Saya duluan ke Danau Toba lho, begitu jawaban pertama yang keluar. Yee.. itukan karena kerjaan, hmm.. benar juga kata saya dalam hati. Udah pernah ke Pekanbaru belum? Udah pernah ke Lampung belum? Saya masih mencoba menyombongkan diri, itu juga karena kerjaan semua kan jawabannya yang simpel itu langsung merontokkanku lagi hahaha..
Dan sebagai senjata terakhir kujawab setidaknya dengan begitu aku kesana tanpa biaya hehehe...

Selama ini  saya mengunjungi tempat baru karena adanya aktivitas tertentu di tempat itu. Kunjungan ke Medan, Pekanbaru, dan Lampung tahun kemarin memang saya dapat dari pekerjaan lapangan disana. Jakarta pertama kali saya kunjungi juga karena ikut kegiatan sekolah padahal beberapa bulan sebelumnya keluarga besar saya kesana karena ada acara sekalian liburan sekolah. Saya juga bisa menginjakkan kaki di Bandung, Surabaya dan Denpasar karena urusan kuliah. Karena itu selama kunjungan tersebut alarm panik agak jarang berbunyi karena minimal saya tau apa yang akan saya lakukan dan dimana saya akan tinggal.
Sekali saya sengaja pergi ke suatu tempat untuk berlibur adalah ke Jogja, naik kereta sendiri malam-malam dan sampai disana tidak dikasi isterahat tidur dan mandi malah langsung diseret jalan ke Candi Prambanan dan Candi Ratu Boko sama teman. duhh..
Sebelumnya saya memang pernah ke Jogja ikut Om, tinggal di tempat dia dan kemana-mana ditemani sama dia. Termasuk ketemu sama calon istrinya disana hehe.. Tapi pengalaman sendiri tadi lebih berasa, alarm panik saya lebih sering berbunyi karena benar-benar sendiri selama di jalan, apalagi belum tau disananya akan menginap disana.

Masalah berikutnya adalah metoda transportasi. Untuk tujuan yang masih dalam satu pulau, kalau ada saya memilih naik kereta. Lebih lega dan terbebas dari klaustropobia yang kadang-kadang muncul. Lewat gang sempit aja saya sering merasa kurang nyaman, apalagi kalo becek (apa hubungannya?? hahaha). Dengan moda transportasi kereta yang gerbongnya besar ruang geraknya lebih luas, sehingga bisa jalan sana-sini dari ujung depan ke ujung belakang, asal tidak diomelin penumpang lain, apalagi kereta ekonomi hehe. Lagipula kalau naik bis banyak berhentinya, sedikit-sedikit berhenti, lampu merah berhenti, macet berhenti, ada orang nyebrang nyelonong berhenti. Kalau kereta kan semua dihantam, mau truk yang nyelonong kek dihantam juga kalau masuk jalurnya hehehe.. Cuma kadang waktu tempuh kereta lebih lama dibanding bis. Alarm panik saya lebih sering berbunyi saat naik bis, gimana kalau remnya tidak berfungsi, gimana kalau supirnya tidur, gimana kalau mobil dari depan melenceng dan menclok ke bis saya, dan itu tadi, sering berhenti-jalan-berhenti-jalan tentu bikin mual, kan tengsing muntah kalau ada cewek deket kita hahahhaa

Tetapi untuk transportasi antar pulau, saya memilih pesawat udara dibanding kapal laut. Meskipun pobia ketinggian dan pobia tempat sempit menyatu membuat saya mengkeret sepanjang penerbangan, saya lebih memilih itu daripada terapung-apung di air berhari-hari. Jakarta - Lampung dan Surabaya - Denpasar kemarin memang saya menggunakan ferry, tapi ya gimana lagi, itu perjalanan bukan saya yang bikin itinerary hehehe.. Walaupun alarm panik saya lebih sering bunyi saat naik pesawat, siapa yang tidak panik coba tiba-tiba suara mesin berubah, tiba-tiba ada guncangan.
Oh ya, pesawat saya pernah hampir jatuh lho, udah jatuh malah, untungnya tidak sampai tanah. Sebelum kejadian ini saya sangat menikmati bepergian dengan pesawat, karena itu saya masih berani nonton acara National Geographic yang ngebahas masalah penyebab jatuhnya pesawat. Suatu kali menjelang lebaran beberapa tahun yang lalu, pesawat saya transit di Jakarta beberapa menit, tetapi entah karena apa transitnya diperpanjang lagi sekitar 10 menit. Tak lama kemudian pesawat diizinkan terbang dengan kondisi di luar sedang hujan lumayan deras. Seperti biasa lampu kabin dimatikan dan cahaya petir pun berkali-kali masuk lewat jendela. Biasanya saat lepas landas saya menikmati pemandangan permukaan bumi yang makin lama makin jauh, tapi kali ini tidak kelihatan apa-apa karena hujan. Sekitar 10 menit tiba-tiba pesawat tersentak ke bawah, seperti kita di lift mengarah ke lantai bawah tapi ini lebih kencang. Pesawat sempat naik kembali secara perlahan tapi kemudian tersentak ke bawah lagi dan ini lumayan jauh jatuhnya. Saat itu saya sudah pasrah. Tapi mungkin karena ketinggian pesawat sudah lumayan sehingga meskipun jatuh agak jauh masih belum menyentuh tanah. Saya baru bisa berani bicara saat sampai di bandara tujuan. Kalau dari berbagai seri acara Nat Geo tentang kecelakaan pesawat, pesawat saya waktu itu kena tail wind, angin kencang dan hujan menghantam ekor pesawat sehingga kemampuan untuk melayang hilang, jadi deh jatuh bebas tanpa beban

Alarm panik saat bepergian juga bisa berbunyi karena faktor lain, gimana kalau dijalan ada apa-apa, gimana kalau kehabisan uang, gimana kalau nyasar. Cuma saya pegang satu prinsip mantan teman kuliah saya, selama bahasa yang dipakai masih bahasa indonesia dan uangnya masih rupiah maka kita aman kesana. Gimana keluar negeri ya? hehehe...

0 komentar:

Posting Komentar

My 99designs Folio

Check out 99designs for Logo Design